Kamis, 28 April 2016

Bank Konvensional dan Bank Syariah

Sejarah Bank Pemerintah

Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia mengenal dunia perbankan dari bekas penjajahnya, yaitu Belanda.Oleh karena itu, sejarah perbankanpun tidak lepas dari pengaruh negara yang menjajahnya baik untuk bank pemerintah maupun bank swasta nasional.Pada 1958, pemerintah melakukan nasionalisasi bank milik Belanda mulai dengan Nationale Handelsbank (NHB) selanjutnya pada tahun 1959 yang diubah menjadi Bank Umum Negara (BUNEG kemudian menjadi Bank Bumi Daya) selanjutnya pada 1960 secara berturut-turut Escomptobank menjadi Bank Dagang Negara (BDN) dan  Nederlandsche Handelsmaatschappij (NHM) menjadi Bank Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN) dan kemudian menjadi Bank Expor Impor Indonesia (BEII).

   Berikut ini akan dijelaskan secara singkat sejarah bank-bank milik pemerintah, yaitu:
  • Bank Sentral
Bank Sentral di Indonesia adalah Bank Indonesia (BI) berdasarkan UU No 13 Tahun 1968. Kemudian ditegaskan lagi dnegan UU No 23 Tahun 1999.Bank ini sebelumnya berasal dari De Javasche Bank yang di nasionalkan di tahun 1951.
  • Bank Rakyat Indonesia dan Bank Expor Impor
  Bank ini berasal dari De Algemene Volkscrediet Bank, kemudian di lebur setelah menjadi bank tunggal dengan nama Bank Nasional Indonesia (BNI) Unit II yang bergerak di bidang rural dan expor impor (exim), dipisahkan lagi menjadi:
1. Yang membidangi rural menjadi Bank Rakyat Indonesia dengan UU No 21 tahun 1968.
2. yang membidangi Exim dengan UU No.22 Tahun 1968 menjadi Bank Expor Inpor Indonesia.
            Sejarah singkat Bank Konvensional di Indonesia
  • Bank Negara Indonesia (BNI '46)
Bank ini menjalani BNI Unit III dengan UU No 17 Tahun 1968 berubah menjadi Bank Negara Indonesia '46.
  • Bank Dagang Negara(BDN)
BDN berasal dari Escompto Bank yang di nasionalisasikan dengan PP No 13 Tahun 1960, namun PP (Peraturan Pemerintah) ini dicabut dengan diganti dengan UU No 18 Tahun 1968 menjadi Bank Dagang Negara. BDN merupakan satu-satunya Bank Pemerintah yangberada diluar Bank Negara Indonesia Unit.
  • Bank Bumi Daya (BBD)
BBD semula berasal dari Nederlandsch Indische Hendles Bank, kemudian menjadi Nationale Hendles Bank, selanjutnya bank ini menjadi Bank Negara Indonesia Unit IV dan berdasarkan UU No 19 Tahun 1968 menjadi Bank Bumi Daya.
  • Bank Pembangunan Daerah(BPD)
Bank ini didirikan di daerah-daerah tingkat I. Dasar hukumnya adalah UU No 13 Tahun 1962.
  • Bank Tabungan Negara(BTN)
BTN berasal dari De Post Paar Bank yang kemudian menjadi Bank Tabungan Pos tahun 1950. Selanjutnya menjadi Bank Negara Indonesia Unit V dan terakhir menjadi Bank Tabungan Negara dengan UU No 20 Tahun 1968.
  • Bank Mandiri
Bank Mandiri merupakan hasil merger antara Bank Bumi Daya (BBD), Bank Dagang Negara (BDN), Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dan Bank Expor Impor Indonesia (Bank Exim). Hasil merger keempat bank ini dilaksanakan pada tahun 1999.

Sejarah Bank Syariah

Awal mula kegiatan bank syariah yang pertama sekali dilakukan adalah Pakistan dan Malaysia pada sekitar tahun 1940-an. Kemudian di Mesir pada tahun 1963 berdiri Islamic Rural Bank di desa It Ghamr Bank. Bank ini beroperasi dipedesaan mesir dan masih berskala kecil.
            Di Uni Emirat Arab, baru tahun 1975 dengan berdiri Dubai Islamic Bank. Kemudian dik Kuwait pada tahun 1977 berdiri Kuwait Finance House yang beroperasi tanpa bunga. Selanjutnya kembali di Mesir pada tahun 1978 berdiri Bank Syariah yang berdiri nama Faisal Islamic Bank. Lembaga ini kemudian diikuti oleh Islamic International Bank For Invesment and Development Bank.
            Di Siprus tahun 1983 berdiri Faial Islamic Bank Of Kibris. Kemudian dimalaysia Bank Syariah lahir tahun 1983 dengan berdirinya Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) dan pada tahun 1999 lahir pula Bank Bumi Putera Muamalah.
            Di Iran sistem perbankan Syariah mulai berlaku secara nasional pada tahun 1983 sejak dikeluarkannya Undang-undang Perbankan Islam. Kemudian di Turki Negara yang berideologi sekuler Bank Syariah lahir tahun 1984 yaitu dengan hadirnya Daar al-Maal alIslami serta Faisal Finance Institution dan mulai beroprasi tahun 1985.
            Salah satu pelopor utama dalam melaksanakan sistem perbankan syariah secara nasional adalah Pakistan. Pemerintah Pakistan mengkonveksi seluruh sistem perbankan di negaranya pada tahun 1985 menjadi sistem perbankan syariah.
            Kehadiran bank yang berdasarkan syariah di Indonesia masih relative baru, yaitu baru pada awal tahun 1990-an, meskipun masyarakat Indonesia merupakan masyarakat muslim terbesar di dunia. Prakarsa untuk mendirikan Bank Syariah di Indoneisa dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia  (MUI) pada 18-20 Agustus 1990.
            Bank Syariah pertama di Indonesia merupakan hasil kerja tim perbakan MUI, yaitu dengan dibentuknya PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang akte pendiriannya ditandatanggani tanggal 1 November 1991. Bank ini ternyata berkembang cukup pesat sehingga saat ini beberapa kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Makasar, dan kota lannya.
            Dalam perkembangan selanjutnya kehadiran Bank Syariah di Indonesia Khususnya cukup menggembirakan. Di samping BMI, saat ini telah dadir Bank Syariah milik pemerintah seperti Bank Syariah Mandiri (BSM), kemudian berikutnya berdiri Bank Syariah sebaga cabang dari bank konvensional yang sudah ada, seperti Bank BNI, Bank IFI, dan Bank BPD Jabar. Bank-Bank Syariah lainnya yang direncanakan akan membuka cabang adalah BRI, Bank Niaga, dan Bank Bukopin.

Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional

Banyak orang yang masih belum paham soal perbedaan bank syariah dan bank konvensional. Hal ini memang tidak mengherankan karena seringkali banyak orang sulit memahami istilah baru yang digunakan oleh bank syariah dibandingkan dengan bank konvensional.
Yang membedakannya adalah “istilah” yang digunakan dan “prinsip dasar layanan” operasional kedua jenis perbankan tersebut. Nah, itu yang sering membuat orang kebingungan. Perhatikan 5 hal berikut:
1.    Akad




·         Semua transaksi yang dilakukan di bank syariah harus berdasarkan akad yang dibenarkan oleh Syariah Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist dan telah difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), seperti akad al-mudharabah (bagi hasil), al-musyarakah (perkongsian), al-musaqat (kerja sama tani), al-ba’i (bagi hasil), al-ijarah (sewa-menyewa), dan al-wakalah (keagenan).
·         Untuk bank konvensional, surat penjanjian dibuat berdasarkan hukum positif yang sedang berlaku di Indonesia.
                                   
2. Keuntungan



·         Bank syariah mengunakan pendekatan bagi hasil (al-mudharabah) untuk mendapatkan keuntungan, sementara bank konvensional justru mengunakan konsep biaya untuk menghitung keuntungan.
·       Pada bank konvensional, “bunga” yang diberikan kepada nasabah  Sebenarnya berasal dari keuntungan bank meminjamkan dana kepada nasabah lain dengan “bunga” yang lebih besar.

3. Pengelolaan Dana



·         Bank syariah akan menolak untuk menyalurkan kredit yang diinvestasikan pada kegiatan bisnis yang melanggar hukum Islam, seperti perniagaan barang-barang haram, bunga (riba), perjudian (maisir), dan manipulatif (ghahar).
·         Sementara bank konvensional akan menyalurkan kredit tanpa harus mengetahui dari mana atau kemana uang tersebut disalurkan, selama debitur bisa membayar cicilan dengan rutin.
 
4. Hubungan Bank dengan Nasabah



·         Nah, kalau di bank syariah, nasabah diperlakukan sebagaimana seorang mitra alias partner. Hal ini dikarenakan bank dan nasabah diikat dalam “akad” yang sangat transparan. Tak heran banyak nasabah yang mengaku kalau hubungan emosional mereka lumayan kuat dengan banknya.
·         Pada bank konvensional, hubungan nasabah dan bank lebih pada hubungan kreditur dan debitur. Namun akhir-akhir ini mereka juga berusaha untuk memperkuat hubungan dengan nasabah.

5.  Promosi



·         Bank syariah yang menerapkan sistem cicilan dengan jumlah tetap berdasarkan keuntungan bank yang sudah disetujui antara pihak bank dan nasabah saat akad kredit. Selain itu, konten promosi bank syariah juga harus disampaikan jelas, tidak ambigu, dan transparan.
·         Bank konvensional punya banyak promosi untuk menarik nasabah. Seperti suku bunga fixed rate rendah untuk KPR sebelum akhirnya memberikan suku bunga jenis floating rate.

Membandingkan Produk Bank Syariah dan Bank Konvensional
            Perbankan syariah dan konvensional memiliki produk keuangan yang hampir mirip, misalnya tabungan, deposito, Kredit Pemilikan Rumah (KPR), kartu kredit, Giro dan lain-lain. Meskipun demikian banyak yang masih bingung untuk memilih apakah mereka akan mengambil produk keuangan yang berasaskan syariah atau tetap setia pada bank konvensional.
Berikut ada beberapa produk perbankan yang dekat dengan masyarakat, termasuk diantaranya tabungan, Kredit Pemilikan Rumah (KPR), kartu kredit, dan deposito. Mari kita bandingkan produk-produk itu dengan sistem syariah dan konvensional.
1.      Produk Tabungan



Tabungan merupakan produk perbankan yang pasti ditawarkan pada nasabah di semua bank, baik konvensional maupun yang syariah. Tabungan adalah simpanan yang penarikannya melalui beberapa ketentuan yang sudah dijelaskan oleh pihak bank pada nasabah. Sarana penarikannya bisa menggunakan buku tabungan, ATM, slip penarikan dan juga melalui metode canggih lain misalnya internet banking.
Apa sih perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional? Bisa dicek dibawah ini:
Tabungan Syariah
Berikut ini adalah ciri khas Tabungan Syariah:
  • Menerapkan akad wadi’ah, yang artinya tabungan yang kita simpan tidak mendapatkan keuntungan karena cuma dititip.
  • Tidak ada bunga yang diterima nasabah.
  • Tetapi bank halal memberikan hadiah atau bonus kepada nasabahnya.
  • Nasabah juga bisa mengambil tabungan itu kapan pun baik lewat teller atau ATM.
Tabungan Konvensional
Berikut ini adalah ciri khas Tabungan Konvensional:
  • Ada bunga langsung yang dijanjikan bank kepada pihak
  • Bunga tidak akan berubah meskipun kondisi kinerja bank sedang buruk ataupun sedang untung besar.
  • Dana tabungan bisa diambil kapan pun baik melalui ATM maupun teller.
  • Sering ada undian berupa mobil atau mobil untuk nasabah yang memiliki tabungan dan rajin melakukan transaksi.
2.  Deposito



Kata “deposito” pasti tidak asing lagi di telinga kita. Betul, deposito adalah produk bank sejenis jasa tabungan yang baru bisa dicairkan dalam jangka waktu tertentu, misalnya 3 bulan, 6 bulan atau 12 bulan.Kalau deposito ini dicairkan sebelum waktunya, nasabah akan terkena penalti dari pihak bank.
Mau tahu beda deposito syariah dan konvensional? Ini dia.
Deposito Syariah
Berikut ini adalah ciri khas Deposito Syariah:
  • Mengunakan akad mudharabah artinya tabungan dengan sistem bagi hasil (nisbah) antara nasabah dan bank.
  • Ada tenggang waktu tertentu dimana nasabah tidak bisa menarik uang begitu saja karena bank membutuhkan waktu untuk melakukan investasi.
  • Keuntungan deposito dengan akad mudharabah ini biasanya memakai perbandingan 60: 40 untuk nasabah dan bank.
  • Makin besar untung yang bank dapat, makin besar untung yang diperoleh oleh nasabah.
  • Bisnis atau investasi yang dijalankan sudah masuk kategori halal dalam agama
  • Ada dua jenis akad mudharabah yaitu yang bersifat mutlaqah (unrestricted investment account, URIA) dan bersifat muqayyadah (restricted investment account, RIA) yang keduanya berbeda soal batasan dan persyaratan untuk bank melakukan investasi.
Deposito Berjangka Konvensional
Berikut ini adalah ciri khas Deposito Berjangka Konvensional:
  • Ada bunga yang akan diterima nasabah.
  • Nilai bunganya tetap, sehingga besaran keuntungan sudah bisa diprediksi sejak awal menaruh dana.
  • Dana diputar untuk investasi dan bisnis apapun selama itu dianggap menguntungkan.
3.       Kredit Pemilikan Rumah (KPR)



Baik bank syariah dan bankkonvensional sama-sama mewajibkan pemohon KPR untuk melengkapi persyaratan administrasi seperti berbagai dokumen, namun kedua bank ini memiliki beberapa perbedaan yang cukup mencolok soal Kredit Pemilikan Rumah.
KPR Syariah
Berikut ini adalah ciri khas KPR Syariah:
  • Ada dua macam akad yang berlaku untuk KPR yaitu akad murabahah (jual beli) dan akad Musyarakah Mutanaqishah  (akad kepemilikan bertahap). Akad murabahah lebih sering ditawarkan.
  • Tenor pinjaman paling lama 15 tahun.
  • Cicilan angsuran tetap karena bersifat fixed rate.
  • Tidak berpengaruh dengan naik turunnya suku bunga di Bank Indonesia, karena bank syariah sudah mematok keuntungan untuk bank saat akad.
  • Denda terlambat mencicil biasanya lebih tinggi dari bank kovensional.
KPR Konvensional
Berikut ini adalah ciri khas KPR Konvensional:
  • Tenor pinjaman bisa sampai 20 tahun.
  • Cicilan angsuran berubah-ubah tergantung suku bunga.
  • Ada promosi fixed interest rate atau suku bunga rendah diawal pengambilan KPR hingga 2-5 tahun, tergantung bank.
  • Denda keterlambatan mencicil lebih rendah dibanding syariah.
  • Harus membayar biaya penalti jika melunasi KPR sebelum waktunya.
4.     Kartu Kredit



Bank Syariah juga mengeluarkan produk berupa kartu kredit. Kartu kredit tersebut juga bisa menarik uang cash dari ATM atau pun Gesek Tunai (gestun) di toko atau merchants yang mempunyai lambang bank bersangkutan.
Bagaimana dengan perbedaannya?
Kartu Kredit Bank Konvensional
Berikut ini adalah ciri khas Kartu Kredit Bank Konvensional:
  • Bunga untuk kartu kredit dari bank konvensional besarnya dua hingga empat persen.
  • Sistemnya bunga berbunga, yaitu membayar bunga dari jumlah total tagihan, dan bunga lainnya untuk sisa tagihan yang belum terbayar.
  • Ada juga biaya admistrasi yang dipungut setiap tahun
  • Banyak terdapat promosi, diskon, termasuk cash back dan lain-lain untuk membuat para nasabah “rajin” memakai kartu kreditnya
  • Ada merchant fee, yaitu pihak merchant membayar sejumlah uang kepada bank.
Kartu Kredit Syariah
Berikut ini adalah ciri khas Kartu Kredit Syariah:
  • Memiliki tiga jenis akad, yaitu ijarah (akad untuk iuran tahunan/ keanggotaan), qardh (akad pemberian pinjaman untuk pengambilan tunai) dan kafalah (penjaminan transaksi)
  • Biaya keanggotaan sering disebut juga rusum al-udhwiyah yaitu izin pengunaan kartu yang pembayarannya berdasarkan kesepakatan antara bank dan nasabah.
  • Tidak menarik biaya dari merchant untuk bank. Adanya justru ujrah (upah) atas jasa pelantara (samsarah), pemasaran (taswiq) dan penagihan (tehsil al-dayn)
  • Membayar dua jenis biaya keterlambatan kalau tagihan nasabah jatuh tempo. Yang pertama disebut ta’widh yaitu membayar biaya penagihan bank sebesar yang menjadi aturan bank. Sementara biaya denda kedua adalah 3 persen dari total tagihan yang disebut qardhul hasan dan akan disumbang ke badan amal. Jadi biaya denda itu bukan bunga dan bukan hak dari bank untuk menerimanya.
5.     Giro



Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan mengunakan cek atau bilyet giro atau pemindahbukuan.
Giro merupakan sarana untuk kebutuhan transaksi bisnis perorangan dan perusahaan yang didukung juga oleh fasilitascash management
Perbedaan adalah Giro bank konvensional dan Giro Syariah bisa dilihat dibawah ini:
Giro Syariah:
Berikut ini adalah ciri khas Giro Syariah:
  • Akad yang dipakai bisa wadiah dan mudharabah, tergantung produk rekening giro itu sendiri.
  • Kalau giro yang memakai akad wadiah, artinya dana dari giro itu hanya titipan atau simpanan.
  • Sementara giro dengan akad mudharabah maksudnya dana yang ada dalam giro itu dapat dipergunakan bank untuk investasi dan mengunakan berjanjian bagi hasil antara bank dan si pemilik giro.
  • Tidak ada keuntungan atau bunga dari giro jenis wadiah untuk nasabah, sementara giro jenis mudharabah akan mendapatkan keuntungan berdasarkan bagi hasil investasi yang dilakukan bank
  • Khusus giro wadiah, bank boleh memberikan bonus atau insentif untuk menarik perhatian nasabah, tetapi tidak dijanjikan di awal kerja sama.
  • Pemilik giro wadiah bisa sewaktu-waktu menarik simpanannya. Beda dengan giro jenis mudharabah yang tidak bisa ditarik serta merta karena dananya sedang diinvestasikan dalam jangka waktu tertentu.
  • Hanya berlaku dua hingga tiga jenis mata uang yaitu Rupiah, Dollar Amerika dan Dollar Singapura (tiap bank memiliki jumlah jenis mata uang berbeda untuk transaksi) .
  • Ada biaya administrasi, biaya pengelolaan rekening, biaya materai, cetak laporan transaksi dan penutupan rekening yang diminta oleh bank dari nasabah.
Giro Konvensional
Berikut ini adalah ciri khas Giro Konvensional:
  • Memberlakukan bunga hingga 2 persen pertahun. Tergantung bank tempat rekening giro itu dibuat.
  • Mengunakan beragam jenis mata uang, termasuk rupiah, Euro, Dollar dan lain-lain
  • Bisa menarik dana kapan pun.
6.      Kredit Modal Usaha



Kredit modal kerja termasuk dalam produk pembiayaan dari bank. Baik bank konvensional maupun syariah memberikan fasilitas kredit untuk modal usaha. Namun demikian ada beberapa perbedaan yang perlu diketahui
Kredit Modal Usaha Syariah
Berikut ini adalah ciri khas Kredit Modal Usaha Syariah:
  • Menggunakan prinsip bagi hasil atau nisbah dengan akad musyarakahmudharabah dan murabahah dimana sesuai dengan kebutuhan modal usaha tersebut.
  • Beberapa bank syariah terkadang melakukan kombinasi dari ketiga akad tersebut di atas untuk mendapatkan akad kredit terbaik bagi nasabahnya.
  • Plafon pinjaman minimal Rp 100 jutaan
  • Jangka waktu pembiayaan disesuaikan dengan modal kerja. Tetapi biasanya 1-2 tahun,
  • Ada asuransi bila nasabah yang meminjam meninggal dunia.
  • Tidak ada biaya penalti bila pinjaman dilunasi sebelum waktunya.
  • Ada biaya administrasi
Kredit modal Usaha Konvensional
Berikut ini adalah ciri khas Kredit Modal Usaha Konvensional:
  • Berlaku bunga yang biasanya tetap
  • Plafon minimal Rp 100 jutaan
  • Ada Asuransi jiwa yang akan melindungi nasabahnya
  • Tenor pinjaman 1-3 tahun
  • Ada biaya penalti bila melunasi pinjaman sebelum waktu tenor habis.
  • Ada bank yang membebaskan biaya administrasi

 Sumber :
Kasmir, 2014. bank dan lembaga Keuangan lainnya. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.

https://www.cermati.com/artikel/membandingkan-produk-bank-dengan-sistem-syariah-dan-konvensional

http://www.halomoney.co.id/blog/lima-perbedaan-bank-syariah-dan-bank-konvensional

http://sejarahbank.blogspot.co.id/