TEMPO.CO,
Jakarta - Chaeri Wardana alias Wawan, adik Gubernur Banten nonaktif Atut
Chosiyah, untuk pertama kalinya diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di
Jakarta, Jumat, 4 Juli 2014, sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan alat
kesehatan Tangerang Selatan.
Menurut juru
bicara KPK, Johan Budi Sapto Prabowo, sebelumnya periksaan Wawan tidak masuk
dalam agenda pemeriksaan hari Jumat. "Ada tambahan pemeriksaan atas nama
TCW, diperiksa sebagai tersangka kasus pengadaan alat kesehatan Tangerang
Selatan," kata Johan.
Wawan masuk
ke gedung KPK sekitar pukul 14.00 dan keluar pukul 18.30 WIB. Suami Wali Kota
Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany ini saat ditanya wartawan setelah
diperiksa tak mengucap sepatah kata pun.
Penasihat
hukum Wawan, Maqdir Ismail, menuturkan kliennya diperiksa atas kasus proyek
pengadaan barang senilai sekitar Rp 20 miliar itu. "Dia juga diminta
konfirmasinya terkait dengan dokumen proyek itu," ujarnya.
Menurut dia,
Wawan hanya tahu proses sesudah lelang. "Proses pengadaan barangnya, ia
tidak tahu," kata Maqdir. Dia menuturkan yang paling tahu soal pengadaan
barangnya adalah Kepala Dinas Kesehatan Tangerang Selatan Dadang M. Epid. Pada
pertengahan Juni lalu, Dadang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan
Agung. (Baca juga: Atut dan Wawan Jadi Tersangka Korupsi Alkes Banten).
Wawan sudah
divonis 5 tahun penjara atas kasus suap penanganan sengketa pemilu kepala
daerah Lebak dan Banten di Mahkamah Konstitusi. Dia juga diduga terlibat
kasus korupsi pengadaan alat kesehatan Tangerang Selatan dan Banten. Juga kasus
pencucian uang. Tiga kasus ini masih dalam proses penyidikan.
Pembahasan :
Artikel
diatas menunjukan pelanggaran kode etika akuntansi yang dilakukan oleh Tubagus
Chaeri Wardana alias Wawan. Pria ini merupakan adik kandung dari wanita nomer
satu di Banten yaitu Ratu Atut Chosiyah. Adik dari Atut melakukan penggelapan
uang pengadaan alat kesehatan kedokteran umum daerah Tanggerang Selatan, kasus
tersebut merupakan salah satu tindakan yang melanggar prinsip kode etika
akuntansi.
2.
Kasus KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono yang
diduga menyuap pajak.
September
tahun 2001, KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono harus menanggung malu. Kantor
akuntan publik ternama ini terbukti menyogok aparat pajak di Indonesia sebesar
US$ 75 ribu. Sebagai siasat, diterbitkan faktur palsu untuk biaya jasa
profesional KPMG yang harus dibayar kliennya PT Easman Christensen, anak
perusahaan Baker Hughes Inc. yang tercatat di bursa New York.
Berkat aksi
sogok ini, kewajiban pajak Easman memang susut drastis. Dari semula US$ 3,2
juta menjadi hanya US$ 270 ribu. Namun, Penasihat Anti Suap Baker rupanya
was-was dengan polah anak perusahaannya. Maka, ketimbang menanggung risiko
lebih besar, Baker melaporkan secara suka rela kasus ini dan memecat
eksekutifnya.
Badan
pengawas pasar modal AS, Securities & Exchange Commission, menjeratnya
dengan Foreign Corrupt Practices Act, undang-undang anti korupsi buat
perusahaan Amerika di luar negeri. Akibatnya, hampir saja Baker dan KPMG
terseret ke pengadilan distrik Texas. Namun, karena Baker mohon ampun, kasus ini
akhirnya diselesaikan di luar pengadilan. KPMG pun terselamatan.
Analisa :
pada kasus ini KPMG melanggar prinsip intergitas dimana dia menyuap aparat
pajak hanya untuk kepentingan kliennya, hal ini dapat dikatakan tidak jujur
karena KPMG melakukan kecurangan dalam melaksanakan tugasnya sebagai akuntan
publik sehingga KPMG juga melanggar prinsip objektif
3. Kasus
Skandal Akuntansi Toshiba
Skandal
Akuntansi Toshiba baru-baru ini menggegerkan dunia profesi akuntansi. Betapa
tidak, perusahaan yang telah berusia 140 tahun itu tiba-tiba kehabisan akal
untuk mempertahankan kinerja keuangannya. Penggelembungan laba sebesar 151,8
miliar yen atau 1,22 miliar dolar AS ini yang awalnya ingin menciptakan
investor’s confidence ternyata telah mencoreng nama besar Toshiba selama ini.
Kepala
Eksekutif Toshiba Corp dan kawan–kawannya bisa saja mengundurkan
diri,tetapi skandal yang terjadi telah menghancurkan prestasi yang telah
dicapai selama 140 tahun itu. Terlebih, profesi akuntansi dan auditor lagi–lagi
dipertanyakan. Tidak cukup setelah kasus Enron tahun 2001 yang juga telah
membohongi publik dengan menutupi kerugian sebesar 2 miliar dolar AS dengan
menyatakan laba sebesar 600 juta dolar AS.
Mungkin
masih terngiang di telinga para akuntan dan auditor tentang kasus Enron yang
dianggap sebagai the biggest audit failure in the century, yang malangnya
melibatkan Arthur Anderson salah satu the big five accounting firms saat itu.
Setahun setelah itu dunia akuntansi dan audit dipaksa patuh kepada
Sarbanes-Oxley Act/Sarbox/SOX yang memperketat lagi peraturan laporan keuangan
bagi perusahaan publik maupun non-publik.
Tapi mengapa
masih ada lagi fraud dimana–mana? Termasuk di Toshiba yang terkenal dipandu
oleh prinsip-prinsip Komitmen Dasar Grup Toshiba "Berkomitmen untuk
orang-orang, Komitmen untuk Masa Depan", Toshiba mempromosikan operasi
global dengan mengamankan "Pertumbuhan Melalui Kreativitas dan
Inovasi", dan memberikan kontribusi terhadap pencapaian dunia di mana
orang-orang hidup dalam masyarakat aman, tenang dan nyaman. Ternyata hari ini
masyarakat tidak aman, tenang, dan nyaman hanya karena Toshiba telah gagal
menjalankan prinsip kebenaran dan tanggung jawab.
M.
Jusuf Wibisana, Partner KAP Tanudiredja, Wibisana, Rintis dan Rekan (PwC
Indonesia) dan Ketua Dewan Standar Akuntansi Syariah – Ikatan Akuntan Indonesia
mengatakan: “Dalam setiap audit, Management override control adalah presumed
key risk. Prosedur untuk mendereksi kemungkinan terjadinya fraud yang berdampak
material terhadap laporan keuangan harus dilakukan dengan benar untuk
meminimalkan undetected management fraud. Bila prosedur ini dilakukan dengan
benar, fraud, terutama yang berdampak material terhadap laporan keuangan,
kemungkinan dapat dideteksi. Tapi auditor tidak boleh menjamin fraud akan
selalu terdeteksi meski prosedur fraud detection sudah dilakukan dengan benar,
karena audit selalu didasarkan sampling" demikian melalui pesan
elektroniknya.
Apa
pelajaran bagi bisnis syariah kita di tanah air? Apakah karena sudah
mencantumkan prinsip syariah dalam operasional termasuk akuntansi, audit serta
tata kelola, bisnis syariah akan lepas dari fraud? Jawabannya tidak! Kita masih
ingat kasus penggelapan Rp 50 miliar di Bank Syariah Mandiri Cabang Bogor yang
terkuak di awal tahun ini.
Ternyata
dengan adanya sistem yang diorganisir dengan baik dengan koalisi orang luar dan
dalam, sistem yang dipandu syariah terkulai tidak berdaya. Lantas apa yang
harus dilakukan lagi? Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yang terpenting
yaitu evaluasi sistem dan perbaikan SDM. Sistem akan semakin tangguh jika
banyak dievaluasi dan diperbaiki secara berkala (continuous improvement).
Sistem yang
menjunjung nama Islam harus dievaluasi dua dimensi dan lebih ketat lagi yaitu
di ranah profesionalitas sebagai lembaga profesional dan yang terpenting yaitu
sebagai lembaga Islami yang menjunjung nilai–nilai Islam.
4. Mulyana W
Kusuma - Anggota KPU 2004
Kasus
anggota KPU ini terjadi pada tahun 2004, Mulyana W Kusuma yan menjadi seorang
anggota KPU (Komisi Pemilihan Umum) diduga telah menyuap anggota BPK (Badan
Pemeriksa Keuangan) yang ketika itu melaksanakan audit keuangan terhadap
pengadaan logistik pemilu. Logistik pemili tersebut berupa kotak suara, amplop
suara, surat suara, tinta, serta tekhnologi informasi. Setelah pemeriksaan
dilaksanakan, BPK meminta untuk dilakukan suatu penyempurnaan laporan. Setelah
penyempurnaan laporan dilakukan, BPK menyatakan bahwa laporan yang dihasilkan
lebih baik dari laporan sebelumnya, kecuali mengenai laporan teknologi
informasi. Maka disepakati laporan akan dilakukan periksaan kembali satu (1)
bulan setelahnya.
pelanggaran kode etik akuntansi
Setelah satu
bulan terlewati ternyata laporannya tak kunjung selesai dan akhirnya diberikan
tambahan waktu. Di saat penambahan waktu ini terdengar kabar mengenai penangkapan
Mulyana W Kusuma. Dia ditangkap karena tuduhan akan melakukan tindakan
penyuapan kepada salah satu anggota tim auditor dari BPK, yaitu Salman
Khairiansyah. Tim KPK bekerja sama dengan pihak auditor BPK dalam penangkapan
tersebut. Menurut Khoiriansyah, dia bersama Komisi Pemberantas Korupsi mencoba
merangkap usaha penyuapan yang dilakukan oleh Mulyana menggunakan perekam
gambar pada 2 kali pertemuan.
Penangkapan
Mulyana ini akhirnya menimbulkan pro-kontra. Ada pihak yang memberikan pendapat
Salman turut berjasa dalam mengungkap kasus ini, tetapi lain pihak memberikan
pendapat Salman tak sewajarnya melakukan tindakan tersebut karena hal yang
dilakukan itu melanggar kode etik.
5.
Kasus Malinda Dee – Citibank
Malinda
Memalsukan Tandatangan Nasabah
Malinda Dee,
47 tahun, Terdakwa atas kasus pembobolan dana Citybank, terbukti diketahui
memindahkan beberapa dana nasabah dengan memalsukan tandatangan nasabah didalam
formulir transfer. Kejadian ini terungkap didalam dakwaan oleh Jaksa Penuntut
Umum dalam sidang perdana di PN Jakarta Selatan, Selasa [8/11/2011].
"Sebagian tandatangan yang tertera pada blangko formulir transfer adalah
tanda-tangan nasabah." ujar Tatang Sutarma, Jaksa Penuntut Umum.
pelanggaran
etika akuntansi
Malinda
berhasil memalsukan tandatangan Rohli bin Pateni. Pemalsuan dilakukan hingga 6
kali pada formulir transfer Citibank nomor AM 93712 yang bernilai 150.000
dollar AS pada tanggal 31 Agustus 2010. Pemalsuan tanda tangan dilakukan juga
di formulir nomor AN 106244 yang dikirim ke PT. Eksklusif Jaya Perkasa sebesar
Rp. 99 juta. Dalam transaksi transfer ini, Malinda dee menulis
"Pembayaran Bapak Rohli untuk pembayaran interior", pada kolom pesan.
Pemalsuan
tanda tangan yang lain pada formulir nomor AN 86515 tanggal 23 Desember 2010
dengan penerima PT. Abadi Agung Utama. "Penerima Bank Artha Graha senilai
Rp. 50 juta dan pada kolom pesan tertulis DP pembelian unit 3 lantei 33 combin
unit." baca jaksa penuntut umum. Juga dengan menggunakan nama serta
tanda-tangan palsu Rohli, Malinda Dee mengirim uang sebesar Rp. 250 juta pada
formulir AN 86514 kepada PT. Samudera Asia Nasional tanggal 27 December 2010
dan AN 61489 sebesar nilai yang sama pada tanggal 26 January 2011. Pun
pemalsuan dalam formulir AN 134280 pengiriman kepada Rocky Deany C. Umbas senilai
Rp. 50 juta tanggal 28 January 2011 pembayaran pemasangan CCTV, milik Rohli.
Adapun
tanda-tangan palsu beratas nama korban N. Susetyo Sutadji dilakukan sebanyak 5
kali, yaitu dalam formulir Citibank No AJ 79026, AM 122339, AM 122330, AM
122340, dan juga AN 110601. Malinda mengirim uang senilai Rp. 2 miliar kepada
PT. Sarwahita Global Management, Rp. 361 juta kepada PT. Yafriro International,
Rp. 700 juta kepada Leonard Tambunan. Dan 2 transaksi yang lain sebesar Rp. 500
juta dan Rp 150 juta dikirimkan kepada Vigor AW. Yoshuara secara berurutan.
"Hal
ini telah sesuai dengan keterangan saksi Rohli dan N. Susetyo Sutadji dan saksi
Surjati T. Budiman serta telah sesuai BAP (Berita Acara Pemeriksaan)
Labaratoris Kriminalistis Bareskrim Polri." jelasnya. Pengiriman uang
serta pemalsuan tanda-tangan ini tidak di sadari oleh ke-2 nasabah
tersebut.
6. Kasus Kredit
Macet BRI Cabang Jambi 2010
Kredit Macet
Hingga Rp. 52 Miliar, Akuntan Publik Diduga Terlibat.
Seorang
akuntan publik yang menyusun laporan keuangan Raden Motor yang bertujuan
mendapatkan hutang atau pinjaman modal senilai Rp. 52 miliar dari Bank Rakyat
Indonesia (BRI) Cabang Jambi pada tahun 2009 diduga terlibat dalam kasus
korupsi kredit macet. Terungkapnya hal ini setelah Kejati Provinsi Jambi
mengungkap kasus tersebut pada kredit macet yang digunakan untuk pengembangan
bisnis dibidang otomotif tersebut. Fitri Susanti, yang merupakan kuasa hukum
tersangka Effendi Syam, pegawai BRI Cabang Jambi yang terlibat kasus tersebut,
Selasa [18/5/2010] menyatakan, setelah klien-nya diperiksa dan dicocokkan
keterangannya dengan para saksi-saksi, terungkap adaa dugaan keterlibatan dari
Biasa Sitepu yang adalah sebagai akuntan publik pada kasus ini.
Hasil
pemeriksaan yang kemudian dikonfrontir keterangan tersangka dengan para saksi
Biasa Sitepu, terungkap ada terjadi kesalahan dalam pelaporan keuangan
perusahaan Raden Motor dalam pengajuan pinjaman modal ke BRI Cabang Jambi.
Ada 4
aktivitas data pada laporan keuangan tersebut yang tidak disajikan dalam laporan
oleh akuntan publik sehingga terjadi kesalahan dalam proses kreditnya dan
ditemukan dugaan korupsi-nya
“Ada 4
aktivitas laporan keuangan Raden Motor yang tidak dimasukan kedalam laporan
keuangan yang diajukan ke Bank BRI, hingga menjadi sebuah temuan serta
kejanggalan dari pihak kejaksaan untuk mengungkap kasus kredit macet ini.”
tegas Fitr. Keterangan serta fakta tsb. terungkap setelah tersangka Effendi
Syam, diperiksa dan dibandingkan keterangannya dengan keterangan saksi Biasa
Sitepu yang berperan sebagai akuntan publik dalam kasus ini di Kejati Jambi.
Seharusmya data-data laporan keuangan Raden Motor yang diajukan harus lengkap,
tetapi didalam laporan keuangan yang diberikan oleh tersangka Zein Muhamad
sebagai pimpinan Raden Motor ada data-data yang diduga tidak disajikan dengan
seharusnya dan tidak lengkap oleh akuntn publik. Tersangka Effendi Syam
berharap penyidik di Kejati Jambi bisa melaksanakan pemeriksaan dan mengungkap
kasus secara adil dan menetapkan pihak pihak yang juga terlibat dalam kasus
tersebut, sehingga semuanya terungkap. Sementara itu, penyidik Kejaksaan masih
belum mau berkomentar lebih banyak atas temuan tersebut.
Kasus kredit
macet itu terungkap, setelah pihak kejaksaan menerima laporan tentang adanya
penyalah-gunaan kredit yang diajukan oleh tersangka Zein Muhamad sebagai
pemilik Raden Motor. Sementara ini pihak Kejati Jambi masih menetapkan 2
tersangka, yaitu Zein Muhamad sebagai pemilik Raden Motor yang mengajukan
kredit dan Effedi Syam dari pihak BRI cabang jambi sebagai pejabat yang menilai
pengajuan sebuah kredit.
7.
Kasus PT KAI 2006
Komisaris PT
KAI (Kereta Api Indonesia) mengungkapkan bahwa ada manipulasi laporan keuangan
dalam PT KAI yang seharusnya perusahaan mengalami kerugian tetapi dilaporkan
mendapatkan keuntungan.
“Saya
mengetahui ada sejumlah pos-pos yang seharusnya dilaporkan sebagai beban bagi
perusahaan tapi malah dinyatakan sebagai aset perusahaan, Jadi disini ada
trik-trik akuntansi,” kata Hekinus Manao, salah satu Komisaris PT. KAI di
Jakarta, Rabu.
Dia
menyatakan, hingga saat ini dirinya tidak mau untuk menandatangani laporan
keuangan tersebut karena adanya ketidak-benaran dalam laporan keuangan itu
“Saya tahu
bahwa laporan yang sudah diperiksa akuntan publik, tidak wajar karena sedikit
banyak saya mengerti ilmu akuntansi yang semestinya rugi tapi dibuat laba,”
lanjutnya.
Karena tidak
ada tanda-tangan dari satu komisaris PT KAI, maka RUPS (Rapat Umum Pemegang
Saham) PT Kereta Api harus dipending yang seharusnya dilakukan pada awal Juli
2006.
Analisa : PT
Kereta Api Indonesia tidak boleh mengabaikan dimensi organisasional penyusunan
laporan keuangan dan proses audit. Setiap bagian lembaga yang ada di dalamnya
hendaknya diberi pemahaman masalah esensial akuntansi dan keuangan yang ada
agar tidak terjadi kesalahan dalam menangani akuntansi serta keuangan secara
khusus. Upaya ini penting untuk dilakukan guna membangun kesepahaman
(understanding) diantara seluruh unsur lembaga. Selanjutnya, soliditas
kelembagaan diharapkan tercipta sehingga mempermudah penerapan sistem
pengendalian manajemen di dalamnya.
8. Kasus PT
Muzatek Jaya 2004
Kasus
pelanggaran atas Standar Profesional Akuntan Publik, muncul kembali. Menteri
Keuangan langsung memberikan sanksi pembekuan.
Menkeu Sri
Mulyani telah membekukan ijin AP (Akuntan Publik) Drs Petrus M. Winata dari KAP
Drs. Mitra Winata dan Rekan selama 2 tahun yang terhitung sejak 15 Marit 2007,
Kepala Biro Hubungan Masyaraket Dep. Keuangan, Samsuar Said saat siaran pers
pada Selasa (27/3), menerangkan sanksi pembekuan dilakukan karena AP tersebut
melakukan suatu pelanggaran atas SPAP (Standar Profesional Akuntan
Publik).
Pelanggaran
tersebut berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan audit terhadap Laporan
Keuangan PT. Muzatek Jaya pada tahun buku 31 December 2004 yang dijalankan oleh
Petrus. Dan selain itu Petrus juga melakukan pelanggaran terhadap pembatasan
dalam penugasan audit yaitu Petrus malaksanakan audit umum terhadap Lap.
keuangan PT. Muzatek Jaya dan PT. Luhur Arta Kencana serta kepada Apartement
Nuansa Hijau mulai. tahun buku 2001. hingga tahun 2004.
9. Kasus
Mulyana W Kusuma.
Kasus ini
terjadi sekitar tahun 2004. Mulyana W Kusuma sebagai seorang anggota KPU diduga
menyuap anggota BPK yang saat itu akan melakukan audit keuangan berkaitan
dengan pengadaan logistic pemilu. Logistic untuk pemilu yang dimaksud yaitu
kotak suara, surat suara, amplop suara, tinta, dan teknologi informasi. Setelah
dilakukan pemeriksaan, badan dan BPK meminta dilakukan penyempurnaan laporan.
Setelah dilakukan penyempurnaan laporan, BPK sepakat bahwa laporan tersebut
lebih baik daripada sebeumnya, kecuali untuk teknologi informasi. Untuk itu,
maka disepakati bahwa laporan akan diperiksa kembali satu bulan setelahnya.
Setelah
lewat satu bulan, ternyata laporan tersebut belum selesai dan disepakati pemberian
waktu tambahan. Di saat inilah terdengar kabar penangkapan Mulyana W Kusuma.
Mulyana ditangkap karena dituduh hendak melakukan penyuapan kepada anggota tim
auditor BPK, yakni Salman Khairiansyah. Dalam penangkapan tersebut, tim
intelijen KPK bekerjasama dengan auditor BPK. Menurut versi Khairiansyah ia
bekerja sama dengan KPK memerangkap upaya penyuapan oleh saudara Mulyana dengan
menggunakan alat perekam gambar pada dua kali pertemuan mereka.
Penangkapan
ini menimbulkan pro dan kontra. Salah satu pihak berpendapat auditor yang
bersangkutan, yakni Salman telah berjasa mengungkap kasus ini, sedangkan pihak
lain berpendapat bahwa Salman tidak seharusnya melakukan perbuatan tersebut
karena hal tersebut telah melanggar kode etik akuntan.
10. Incar sekda
Inhu, jaksa desak BPK audit kerugian Negara
Merdeka.com
- Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Rengat, Provinsi Riau, Teuku Rahman meminta
agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau memberikan hasil audit yang
diminta penyidik Kejari Rengat atas kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi
dana APBD Inhu tahun 2011 dan 2012 sebesar Rp 2,8 Miliar.
Pasalnya,
sudah berbulan-bulan permintaan audit yang diajukan Kejari Rengat tidak
dilayani dengan baik oleh BPK RI Perwakilan Riau tanpa alasan yang jelas.
Desakan ini
disampaikan Teuku Rahman mengingat masa jabatan Sekretaris Daerah (Sekda)
Pemerintahan Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Erisman yang diincar Jaksa bakal
berakhir akhir bulan Desember tahun 2014 ini.
"Sekda
Inhu selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam kasus dugaan korupsi APBD Inhu
Rp 2,8 miliar. Kami mendesak BPK agar segera menyampaikan hasil audit kerugian
negara dalam kasus dugaan korupsi tersebut sebelum masa jabatannya berakhir
karena pensiun," ujar Kajari Rengat Teuku Rahman, Jum'at (12/12).
Menurut
Teuku Rahman, permintaan audit kerugian negara dalam dugaan korupsi yang
dilakukan dua orang bendahara di sekretariat daerah Inhu, telah disampaikan
penyidik Kejari Rengat kepada BPK Riau sejak bulan Februari 2014.
"Kemudian
dilanjutkan dengan penyampaian kelengkapan data - data pada bulan Maret
2014," jelasnya. Namun, kata Teuku Rahman, hingga saat ini atau sampai
menjelang jabatan Sekda Inhu berakhir permintaan audit tersebut belum
ditanggapi pihak BPK RI perwakilan Riau.
"Permintaan
audit yang kita sampaikan kepada BPK Riau untuk keperluan penyidikan dan
pengembangan kasus dugaan korupsi APBD Inhu sebesar Rp 2,8 miliar,"
keluhnya.
Namun,
hingga saat ini atas kasus tersebut, pihaknya yang telah menetapkan dua orang
mantan bendahara di sekretariat daerah Inhu sebagai tersangka dan telah menahan
kedua orang tersebut di Rutan Rengat.
Teuku Rahman
menegaskan jika dalam beberapa hari ke depan pihak BPK Riau belum juga
menyerahkan permintaan hasil audit, maka penyidik Kejari Rengat akan
melanjutkan kasus dugaan korupsi tersebut berdasarkan temuan yang ada.
"Sebenarnya
kami sudah memegang Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK yang terkait dengan
dugaan kasus korupsi APBD Inhu sebesar Rp 2,8 miliar itu," jelasnya.
Tetapi, kata
Teuku, pihaknya memperoleh dari berkas laporan masyarakat yang mengadukan kasus
tersebut kepada penyidik Kejari Rengat.
"Selama
ini kami masih menunggu hasil audit BPK, tapi kalau tidak juga ada maka kasus
ini kami lanjutkan dengan hasil temuan dari penyidikan kami," terangnya.
Teuku juga
menyatakan bahwa untuk melanjutkan penyidikan dengan temuan penyidik Kejari
Rengat telah mendapat perintah dari Kepala Kejaksaan Tinggi Riau.
"Ya,
saya sudah menerima perintah dari Kejati Riau, untuk melanjutkan pengembangan
penyidikan berdasarkan temuan yang ada tanpa menunggu hasil audit BPK,"
tandasnya.
Analisa :
Penyebab
Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak transparan dan lamban dalam menyelidiki dan
memberikan hasil audit pada kasus dugaan korupsi dana APBD Inhu tahun 2011 dan
2012 sebesar Rp 2,8 M.
Akibat
Kepala
Kejaksaan Negeri (Kejari) hanya menggunakan temuan penyidik tanpa didukung
dengan temuan audit yang seharusnya diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) yang bertugas sebagai Auditor.
Sumber
kompas.com
http://yonayoa.blogspot.com/2013/01/contoh-kasus-pelanggaran-etika-profesi.html
http://nichonotes.blogspot.com/2015/01/contoh-kasus-etika-profesi-akuntansi.html
http://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/wacana/15/07/23/nrx7kl-skandal-akuntansi-toshiba-dan-tantangan-bisnis-lembaga-syariah-1
http://www.scribd.com/doc/40228705/KASUS-ENRON
http://tulisan-amalia.blogspot.com/2011/11/contoh-kasus-prinsip-etika-profesi.html
http://aininuraini06.blogspot.co.id/2014/11/pengertian-dan-contoh-kasus-etika.html
Merdeka.com
http://enobloggers.blogspot.co.id/2015/11/kasus-pelanggaran-etika-profesi.html
http://karsantireno.blogspot.co.id/2015/10/kasus-pelanggaran-etika-profesi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar